6 Skill untuk Berkawan dengan AI?

6

Mungkin tulisan ini menjadi lanjutan dari ebook Unshakable Writer: 5 Soft-skill yang membuatmu tak tergantikan.

Saat itu pembicaraan AI di masyarakat, yang Kadika amati belum berkembang dalam 2 bulan terakhir.

Sekarang masyarakat internet (baca: netizen) mulai berbondong-bondong mencoba menggunakan AI (ChatGPT).

Alhasil banyak yang merasakan kemudahan ketika menggunakan ChatGPT, termasuk Kadika sendiri.

Tapi, ada juga yang merasa makin terancam dengan geliatnya AI ini.

Jadi, mari kita pelajari bersama-sama.

Udah siap?

 

Kawan atau Lawan?

Dalam buku Berani Tidak Disukai penulisnya memaparkan pemahaman:

Kalau kita memandang orang lain sebagai lawan atau musuh, kita menjadi merasa terancam dengan keberadaan orang lain.

Maka dari itu, seringkali kita (merasa) bersaing dengan orang lain.

Terdengar familier?

Iya?

Dalam kehidupan nyata mungkin pernah berambisi ingin mengalahkan seseorang,

…lebih tepatnya ingin bisa mengalahkan pencapaian seseorang.

Padahal nggak akan pernah ketemu garis finish-nya.

Karena titik start-nya berbeda, tujuannya berbeda, dan ‘permainan’-nya juga berbeda.

Melanjutkan pemahaman yang di atas,

…penulis Berani Tidak Disukai mengatakan,

“ketika kita menganggap orang lain adalah kawan seperjuangan, kita akan ikut merasa senang dengan pencapaian orang lain”.

Begitu juga dengan kehadiran ChatGPT ini, kalau kita merasa takut digantikan,

…artinya kita menganggap ChatGPT ini musuh atau lawan dalam pekerjaan kita.

Jadi, kamu anggap apa kehadiran AI Writer ini?

 

Kebutuhan Dasar Manusia Modern

Mungkin kamu bertanya-tanya, kenapa kita takut digantikan?

Terjawab dalam salah satu bagian dari buku StoryBrand karya Donald Miller.

Miller sedang berdiskusi dengan temannya, dan ini perkataan temannya:

“kebutuhan manusia yang terdapat dalam hierarki Abraham Maslow dalam konteks ekonomi modern adalah kebutuhan mendapatkan pekerjaan”.

Sedikit improvisasi dari kebutuhan dasar Abraham Maslow yang pada umumnya,

…yakni kebutuhan fisiologis, yang artinya tubuh kita nggak lemes, laper, juga sehat dan bugar.

Menarik, ya?

Jadi wajar banget kalau seseorang takut digantikan dan mata pencahariannya hilang.

“terus, solusinya gimana agar kita tak tergantikan Kadika?”

Menarik, sebentar lagi kamu akan mengetahuinya, tetaplah penasaran.

 

6 Skill Pendukung untuk Beradaptasi

Dalam Unshakable Writer, Kadika menulis kalau kunci menghadapi perubahan adalah beradaptasi.

Kamu bisa bayangkan, internet 10 tahun terakhir terasa sekali perubahannya.

Mungkin bagi yang pernah merasakan SMS-an dengan seseorang, sekarang bisa video call, berasa banget transformasinya. Hehehe.

Ada skill yang perlu diasah secara sengaja (deliberate practice), agar skill tersebut bisa membantu kita untuk beradaptasi.

Apa saja?

Kadika menyimpulkan ada 6 skill yang akan bikin kita menjadi kawan, bahkan menjadi partner kerja kita.

 

Pertama, bertanya

“Bertanya adalah separuh dari ilmu” ~ Pepatah Arab

Saking pintarnya ChatGPT ini, kita bertanya apa pun bisa menghasilkan jawaban, yang membuat kita menjadi tau.

Maka, kalau begitu, kemampuan bertanya adalah skill utama yang perlu dilatih agar bisa menghadirkan jawaban-jawaban yang kita inginkan.

Bukankah kita juga sering bertanya ke diri sendiri?

Hanya saja kalau pertanyaannya kurang tepat, akan menimbulkan pikiran dan perasaan yang kurang nyaman.

Misalnya terjadi peristiwa yang tak diinginkan, seperti kecipratan air ketika berangkat kerja atau kuliah,

…alih-alih bertanya, “dosa apa sih gue, kok bisa ini terjadi sama hidup gue?”,

…bisa diubah dengan bertanya, “apa makna positif dari peristiwa ini?”.

Ketika kita bertanya ke diri sendiri, otak kita mencari jawaban dan fokus pada pertanyaan yang kita ajukan.

Jadi, salah bertanya di ChatGPT, jangan kesal dengan AI-nya, tapi evaluasi apakah yang ditanyakan udah tepat atau belum?

Oke?

Lanjuuuut!

 

Kedua, berempati

Untuk bagian ini udah dibahas cukup panjang di Unshakable Writer, tapi Kadika sedikit mengulang aja, ya.

Ini adalah kemampuan penulis yang ChatGPT nggak miliki,

…karena ChatGPT nggak bisa merasakan apa yang diinginkan oleh pembaca.

Jadi, penting banget penulis, bertanya ke diri sendiri (sebagai salah satu cara untuk berempati):

“apa yang pembaca sedang butuhkan?”, atau “masalah apa yang sedang dirasakan oleh banyak orang?”.

Masih relate dengan ke poin pertama, makin terlatih mengajukan pertanyaan yang tepat, makin mudah mendapatkan jawaban yang tepat juga.

 

Ketiga, memahami

Jawaban dari ChatGPT, butuh dipahami, karena isinya lebih menjelaskan sesuatu ketimbangkan memberikan pemahaman.

Memahami apa yang dijawab oleh ChatGPT, juga sepenting memahami diri sendiri.

Karena kalau kita nggak paham sama diri sendiri, boleh jadi kita kesulitan membuat tulisan yang dipahami oleh pembaca,

…seperti kata Albert Einstein, “jika kamu tidak bisa menjelaskan secara sederhana, maka kamu belum mengerti sepenuhnya”.

Kalau kamu udah baca The Worthy Writer, pasti tau kenapa yang mahal dari seorang penulis adalah pemahamannya.

Karena pemahaman itu bisa hadir banyak yang melatarbelakanginya.

Mulai dari bacaan, percakapan dengan diri sendiri, ketemu orang lain, ikut seminar, diskusi dengan rekan seprofesi, dan variabel lainnya.

Nggak bisa dianggap remeh dan nggak bisa disepelein. Hehe.

Selanjutnya…

 

Keempat, menganalisis

Kemampuan otak bagian depan alias neokorteks yang Dia ciptakan, membuat kita berbeda dari makhluk lainnya, yakni berpikir.

Salah satu bentuk kemampuan berpikir, yakni menganalisis, “apa sih maksud dari jawaban ChatGPT ini?”.

Atau menganalisis apa yang sedang kamu amati, lalu kamu hadirkan ke dalam bentuk tulisan yang disesuaikan dengan….

 

Kelima, menyesuaikan konteks

Ya, konteks.

ChatGPT dan AI Writer lainnya hadir untuk memudahkan kita, mereka butuh pembimbing, yakni seseorang yang bisa menyesuaikan konteks.

Mulai dari isi, hingga gaya bahasa. Karena konteks ini masih berkaitan dengan poin keempat, hanya manusia yang mampu melakukan ini.

Lebih detailnya bisa baca Unshakable Writer, ya?

 

Keenam, membuat konsep

Sederhananya dari poin keenam ini, membuat satu tulisan yang mudah diingat dan dipahami, seperti tulisan ini.

Tulisan ini konsepnya agar kita bisa berkawan dengan chatGPT.

Kadika udah nulis detail di Unshakable Writer, biar nggak banyak pengulangan dan dapet pemahaman yang utuh, baca ebook tersebut, ya.

Mumpung masih gratis. Hehe.

 

Terlatih Menjadi Autentik dan Original

Ketika keenam ini kamu latih, tanpa kamu sadari, kamu akan terbiasa membuat konten yang original, konten yang datang dari dirimu sendiri.

Seperti kata Pandji Pragiwaksono dalam Indiepreneur, “orisinal itu, meyakinkan bahwa ide itu memang datang dari kepala kita, lalu jujur saja dengan itu”.

Dan, kalau kamu ikut uji kompetensi (tugas akhir dari certified impactful writer), kamu akan mengawali latihan menulis konten original.

Menjadi Seseorang yang Ditakuti Bruce Lee?

Kamu tau Bruce Lee, Master Kungfu yang terkenal itu?

Dia sangat takut kepada seseorang yang melatih satu jurus tapi dilatih sebanyak 10.000 kali.

Ketimbang memiliki 10.000 jurus, tapi dilatih hanya satu kali.

Begitu juga menulis, skill content writing yang kamu pelajari dan kuasai, kalau dilatih terus-menerus akan menemukan cara menghasilkannya sendiri.

Nggak terpaku pada bekerja di perusahaan atau freelance.

 

Hanya Satu Skill tapi Didalami

Ketika kamu mendalami content writing skill, kamu bisa mengeksplorasi cara lain untuk menghasilkan dari tulisan.

Secara esensi content writing bisa digunakan untuk konten blog, socmed, ebook, dan email.

Dari keempat ini bisa dieksplorasi lagi. Yang disesuaikan konteks penulisnya.

Maka dari itu, misi Impactful Writing: Helping You to Build as a Content Writer,

…bukan sekadar bisa content writing, tapi menjalaninya sebagai karier, seperti kata Steve Jobs, “(karier) yang menjadi bagian dari sepertiga kehidupan kita”.

 

Satu Jurus yang Sudah Terbukti

Satu jurus menulis ini bisa kamu ulangi, sehingga kamu layak ditakuti oleh Bruce Lee.

Apa itu?

Ya, menulis dengan formula impactful writing, yang mana kamu bisa dalami dalam Certified Impactful writer.

Nggak hanya itu, kamu juga mendapatkan feedback dengan detail, mulai dari headline, sudut pandang, dan gaya bahasa.

Jadi kamu tau mana yang udah bagus dan mana yang perlu improve.

Setelah mendapatkan feedback, kamu bisa melatihnya, tentu dengan garis start yang berbeda dari sebelumnya.

Kalau mau jadi ahli, ya bisa ikuti saran Malcolm Gladwell, yakni melakukan deliberate practice atau latihan yang disengaja.

Meski satu jurus, tapi kalau diulangi terus-menerus akan tetap ‘mematikan’.

Dan, menariknya lagi satu jurus ini nggak perlu dipertanyakan lagi, hanya perlu dibuktikan saja.

Karena ini hasil dari intisari pengalaman mentor selama 10 tahun terakhir dalam belajar dan berkarier di dunia writing.

Kamu hanya perlu mempraktikkan dan melatihnya sesering mungkin, agar menjadi seseorang yang ditakuti oleh Bruce Lee.

Gabung Sekarang di Certified Impactful Writer!

 

NB: Telah tergabung 140 peserta CIW. Sekarang giliran kamu. Karena 2 hari pendaftaran DITUTUP!

 

photo by Jonathan Kemper on unsplash.com

About the author

Dwi Andika Pratama

Founder ImpactfulWriting® | Mentor CertifiedImpactfulWriter.com | Writing 33 Ebooks in 4 Years and Total Downloaded 35.000+

Add comment

Recent Posts

Recent Comments

Archives

Categories